Jumat, 26 Agustus 2011

Rasulullah dan Seorang Anak Yatim: Lebaran Ala Rasul

Kisah ini terjadi di Madinah pada suatu pagi Hari Idul Fitri. Rasulullah Saw, seperti biasa, mengunjungi rumah demi rumah untuk mendoakan kaum Muslim agar merasa bahagia pada hari raya itu.
Semua terlihat merasa gembira dan bahagia, terutama anak-anak. Mereka bermain sambil berlari-lari ke sana ke mari dengan mengenakan pakaian hari rayanya. Namun, tiba-tiba Rasulullah Saw melihat di sebuah sudut ada seorang gadis kecil sedang duduk bersedih. Ia memakai pakaian tambal-tambal dan sepatu yang telah usang.
Rasulullah pun bergegas menghampirinya. Gadis kecil itu menyembunyikan wajahnya dengan kedua tangannya, lalu menangis tersedu-sedu.
Rasul kemudian meletakkan tangannya dengan penuh kasih sayang di atas kepala gadis kecil tersebut, lalu bertanya dengan suaranya yang lembut: “Anakku, mengapa kamu menangis? Hari ini adalah hari raya bukan?”
Gadis kecil itu terkejut. Tanpa berani mengangkat kepalanya dan melihat siapa yang bertanya, perlahan-lahan ia menjawab sambil bercerita:
“Pada hari raya yang suci ini semua anak menginginkan agar dapat merayakannya bersama orang tuanya dengan berbahagia. Anak-anak bermain dengan riang gembira. Aku lalu teringat pada ayahku, itu sebabnya aku menangis. Ketika itu hari raya terakhir bersamanya. Ia membelikanku sebuah gaun berwarna hijau dan sepatu baru. Waktu itu aku sangat bahagia. Lalu suatu hari ayahku pergi berperang bersama Rasulullah saw. Ia bertarung bersama Rasulullah saw bahu-membahu dan kemudian ia meninggal. Sekarang ayahku tidak ada lagi. Aku telah menjadi seorang anak yatim. Jika aku tidak menangis untuknya, lalu siapa lagi?”
Setelah Rasulullah mendengar cerita itu, seketika hatinya diliputi kesedihan yang mendalam. Dengan penuh kasih sayang ia membelai kepala gadis kecil itu sambil berkata:
“Anakku, hapuslah air matamu… Angkatlah kepalamu dan dengarkan apa yang akan kukatakan kepadamu…. Apakah kamu ingin agar aku menjadi ayahmu? …. Dan apakah kamu juga ingin agar Fatimah menjadi kakak perempuanmu…. dan Aisyah menjadi ibumu…. Bagaimana pendapatmu tentang usul dariku ini?”
Begitu mendengar kata-kata itu, gadis kecil itu langsung berhenti menangis. Ia memandang dengan penuh takjub orang yang berada tepat di hadapannya. Masya Allah! Benar, ia adalah Rasulullah Saw, orang tempat ia baru saja mencurahkan kesedihannya dan menumpahkan segala gundah di hatinya.
Gadis yatim kecil itu sangat tertarik pada tawaran Rasulullah , namun entah mengapa ia tidak bisa berkata sepatah kata pun. Ia hanya dapat menganggukkan kepalanya perlahan sebagai tanda persetujuannya.
Gadis yatim kecil itu lalu bergandengan tangan dengan Rasulullah Saw menuju ke rumah. Hatinya begitu diliputi kebahagiaan yang sulit untuk dilukiskan, karena ia diperbolehkan menggenggam tangan Rasulullah yang lembut itu.
Sesampainya di rumah Rasulullah, wajah dan kedua tangan gadis kecil itu lalu dibersihkan dan rambutnya disisir oleh beliau. Semua memperlakukannya dengan penuh kasih sayang.
Gadis kecil itu lalu dipakaikan gaun yang indah dan diberikan makanan, juga uang saku untuk hari raya. Lalu ia diantar keluar, agar dapat bermain bersama anak-anak lainnya.
Anak-anak lain merasa iri pada gadis kecil dengan gaun yang indah dan wajah yang berseri-seri itu. Mereka merasa keheranan, lalu bertanya: “Gadis kecil, apa yang telah terjadi? Mengapa kamu terlihat sangat gembira?”
Sambil menunjukkan gaun baru dan uang sakunya gadis kecil itu menjawab:
“Akhirnya aku memiliki seorang ayah! Di dunia ini, tidak ada yang bisa menandinginya! Siapa yang tidak bahagia memiliki seorang ayah seperti Rasulullah? Aku juga kini memiliki seorang ibu, namanya Aisyah, yang hatinya begitu mulia. Juga seorang kakak perempuan, namanya Fatimah. Ia menyisir rambutku dan mengenakanku gaun yang indah ini. Aku merasa sangat bahagia, dan ingin rasanya aku memeluk seluruh dunia beserta isinya.”
Rasulullah Saw bersabda: “Siapa yang memakaikan seorang anak pakaian yang indah dan mendandaninya pada hari raya, maka Allah SWT akan mendandani/menghiasinya pada hari Kiamat. Allah SWT mencintai terutama setiap rumah, yang di dalamnya memelihara anak yatim dan banyak membagi-bagikan hadiah. Barangsiapa yang memelihara anak yatim dan melindunginya, maka ia akan bersamaku di surga.“

— Judul Asli “Wie der Prophet ein waises Maedchen zum Fest gluecklich machte”, diterjemahkan dari buku “Ich erlerne meine Religion: Die fuenf Saeulen des Islam“, Asim dan Muerside Uysal, terjemahan dalam bahasa Jerman oleh Marianne Zaric, Istanbul.

Sumber : http://ddhongkong.org

Selasa, 16 Agustus 2011

Ternyata SBY Presiden RI ke-8

Seperti yang kita ketahui sekarang bahwasannya Presiden kita saat ini, Susilo Bambang Yudhoyono, adalah presiden Indonesia yang ke-6, ternyata anggapan itu kurang tepat.(lihat gambar)

ternyata selama ini Indonesia telah di pimpin oleh 8 orang. Presiden yang telah kita ketahui saat ini adalah Soekarno, Soeharto, BJ Habiebie, Abdurahman W,
Megati, Susilo Bambang Y. berarti masih ada 2 orang presiden lagi yang masih belum kita ketahui.
Menurut artikel sejarah dan tulisan yang ada 2 orang itu adalah Sjafaruddin Prawiranegara dan Mr.Assaat.

Syafruddin Prawiranegara, atau juga ditulis Sjafruddin Prawiranegara adalah pejuang dari masa kemerdekaan Indonesia, ia disebut presiden karena pada saat itu ia menjabat sebagai pemimpin di Indonesia pada saat RI jatuh ke tangan Belanda saat Agresi Militer Belada II 11 Desember 1948, pada saat itu Indonesia menjadi PDRI (Pemerintah Darurat Republik Indonesia). Ia menggantikan Soekarno menjadi Presiden. Sebelumnya, Soekarno mengirim telegram berbunyi
“Kami, Presiden Republik Indonesia memberitakan bahwa pada hari Minggu tanggal 19 Desember 1948 djam 6 pagi Belanda telah mulai serangannja atas Ibu Kota Jogjakarta. Djika dalam keadaan pemerintah tidak dapat mendjalankan kewajibannja lagi, kami menguasakan kepada Mr. Sjafruddin Prawiranegara, Menteri Kemakmuran RI untuk membentuk Pemerintahan Darurat di Sumatra”.
Namun pada saat itu telegram yang dimaksud tidak sampai ke Bukit Tinggi dimana Sjafaruddin berada. Pada saat itu, Indonesia menjadi vaccum of power dikarenakan orang no.1 Indonesia telah di tangkap, untuk mengisi kekososngan tersebut, walapun telegram tersebut tidak sampai kepada beliau, Sjafaruddin berinisiatif senada untuk membentuk pemerintahan darurat (pada saat itu ia menjabat sebagai mentri kemakmuran dan sedang ada di ,Bukit Tinggi, Sumatra Barat). Dalam rapat darurat itu, Gubernur Sumatra Mr. T.M.Hasan menyetujui usulan tersebut karena demi menyelamatkan Indonesia agar di akui oleh Internasoinal sebagai NEGARA, maka di adakan pemerintahan darurat (emergency government). Dan telah 'proklamasikan' di Halaban 22 Desember 1948. Dan Sjafaruddin merangkap sebagai MenHanKam, MenLu, dan Mentri Penerangan. dibantu oleh Mr.Hasan, Mr Rasjid, Mr Lukman Hakim, Ir. Mananti S, Ir.Indracahya dan Marjono D. dan Sudriman sebagai Panglima Besar Angkatan Perang.
Sjafaruddin akhirnya menjabat presiden selama 8 bulan yang pada akhirnya dikembalikan mandatnya kepada Soekarno selaku presiden Indonesia setelah agresi Belanda dan Soekarno kembali.

Dalam KMB (konferensi Meja Bundar) di Belanda 27 Desember 1949, Belanda menyerahkan segala bentuk daulat kepada RIS (Republik Indonesia Serikat), pada saat itu RIS adalah Negara Pasundan, Negara Indonesia Timur, dll.
Soekarno dan Hatta di nobatkan menjadi Presiden dan PM RIS, dan terjadi kekosongan dalam Indonesia sendiri. Pada saat itu Mr. Assaat dijadikan pemangku sementara RI, perannya sangat penting. Karena pada saat kekosongan itu RI pernah menghilang dan akhirnya muncul lagi. Namun dengan mengakui RIS dan RI yang pada akhirnya RIS melebur menjadi Indonesia sejarah 1945 tidak menulis hilangnya Indonesia dikarenakan vacuum of power yang terjadi karena kekosongan kepemerintahan.
Selama jabatannya, Mr. Assaat mentanda tangani status pendirian UGM (Universitas Gadjah Mada) sebagai Univ pertama yang didirikan oleh RI "Menghilangkan Assaat dalam sejarah kepresidenan Republik Indonesia sama saja dengan tidak mengakui UGM sebagai universitas pertama yang di dirikan RI" ujar Bambang Purwanto dalam pengukuhannya sebagau Guru Besar UGM September 2004.
Itulah fakta yang seharusnya diketahui oleh masyarakat saat ini, keberadaan 2 Presiden kita, yang notabenenya menyerupai kasus Megawati yang menggantikan GusDur dalam kepemerintahan.

Sumber : wajibbaca.com

Rabu, 10 Agustus 2011

Murtado Macan Kemayoran


Diambil dari buku “Cerita Rakyat Daerah DKI Jakarta” terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tahun 1982.

Pada masa dahulu ketika Kompeni Belanda masih berkuasa di Indonesia, di daerah kemayoran tinggallah seorang pemuda bernama Murtado. Ayahnya adalah bekas seorang lurah di daerah tersebut. Karena sudah tua, kedudukannya digantikan oleh orang lain. Murtado mempunyai sifat-sifat yang baik, tidak sombong, baik kepada anak kecil, hormat kepada orang tua dan senantiasa bersedia menolong orang-orang yang mendapat kesusahan. Di samping itu dia tekun menuntut ilmu agama, mempelajari bermacam-macam ilmu pengetahuan lainnya seperti ilmu bela diri dan sebagainya. Oleh karena sifat-sifatnya yang terpuji itu, maka Murtado disenangi oleh penduduk di kampung tersebut.
Ketika itu, keadaan masyarakat di daerah Kemayoran tidak tenteram. Penduduk selalu diliputi rasa ketakutan, akibat gangguan dari jagoan-jagoan Kemayoran yang berwatak jahat ataupun gangguan dari jagoan daerah lainnya yang datang ke daerah ini untuk mengacau atau merampas harta benda penduduk, kadang-kadang mereka tidak segan-segan membawa lari anak perawan ataupun istri orang yang kemudian diperkosa dan kalau melawan disiksa dan dibunuh.
Penduduk di daerah itu kebanyakan merupakan petani-petani kecil, di samping itu ada juga berdagang kecil-kecilan seperti membuka warung kopi dan sebagainya. Akibat gangguan-gangguan keamanan ini, banyaklah warung-warung mereka ditutup, sehingga mereka jatuh melarat dan menjadi bangkrut. Di samping gangguan keamanan itu, pihak kompeni sebagai penguasa turut menyusahkan mereka dengan jalan memungut segala macam jenis pajak kepada rakyat. Di samping itu juga mereka diwajibkan menjual hasil buminya kepada kompeni dengan harga yang murah sekali. Kemudian mereka juga diperas oleh tuan-tuan tanah bangsa Belanda dan Cina yang memungut sewa tanah ataupun rumah dengan semaunya saja tanpa belas kasihan.
Selain itu penguasa baru yang disokong kompeni sebagai kakitangannya yaitu orang pribumi sendiri ialah Bek Lihun dan Mandor Bacan telah turut pula bertindak sewenang-wenang seperti merampas harta rakyat, merampas istri-istri orang ataupun anak perawan yang diculik, dikawini dan diperkosa. Tindakan mereka berdua sangat kejam dan mereka hanyalah memikirkan keuntungan pribadinya saja serta mengambil muka kepada penguasa kompeni. Pada waktu itu wakil kompeni yang ditunjuk oleh Belanda untuk menguasai daerah Kemayoran itu, adalah bernama tuan Rusendal, seorang Belanda. Di dalam melaksanakan perintah di daerah ini, Rusendal memerintahkan Bek Lihun memeras rakyat dengan segala macam pajak. Lalu Bek Lihun menugaskan pula bawahannya Mandor Bacan untuk melaksanakan segala macam pungutan liat tersebut. Siapa yang membangkang akan mereka siksa dan mereka bunuh.
Pihak kompeni di dalam melaksanakan pemerintahan di daerah ini, tidaklah memperhatikan kepentingan rakyat. Mereka tidak memperhatikan jaminan keamanan di kampung tersebut. Kalau ada para pengacau memasuki kampung, mereka tidak memperdulikan, melainkan hanya menjaga kesalamatan mereka sendiri saja. Ataupun selama kepentingan mereka tidak terganggu, mereka bersikap apatis terhadap gangguan-gangguan perampok tersebut. Tetapi kalau sampai kepentingannya dihalangi, misalnya ada seorang jagoan yang berwatak baik mencoba menghalangi para perampas rakyat kakitangan kompeni, mereka baru bertindak dengan mengadakan penangkapan-penangkapan. Setelah berhasil ditangkap, lalu dijebloskan ke dalam penjara.
Pada suatu hari di kampung Kemayoran diadakan derapan padi (panen memotong padi). Setelah meminta izin kepada penguasa, maka rakyat diperbolehkan melaksanakan upacara tersebut dengan syarat setiap lima ikat padi yang dipotong, satu ikat adalah untuk yang memotong, sisanya empat ikat untuk kompeni. Petugas yang mengawasi jalannya upacara itu ditunjuk Mandor Bacan.
Beberapa waktu setelah upacara itu berjalan, ada seorang anak gadis yang cantik ikut memotong padi. Murtado sebagai pemuda kampung itu juga ikut di samping gadis tersebut. Mereka rupanya sudah lama berkenalan. Tiba-tiba Mandor Bacan melihat ke arah gadis itu dan menegurnya dengan kasar “Hei, gadis cantik, kamu jangan kurang ajar dan berlaku curang ya! Coba saya lihat ikatan padimu, ini terlalu besar”.
Setelah berkata demikian, Mandor Bacan menarik ikatan padi itu dengan belatinya, kemudian gadis itu dipegangnya. Dengan menyeringai melihat wajah gadis itu, Mandor Bacan mulai ingin mempermainkan gadis ini. Dia menjadi bernafsu melihat kecantikan wajahnya. Tetapi ketika Mandor Bacan ingin memegang pipi gadis ini, tiba-tiba pisau belatinya ada yang menangkisnya, sehingga terpental jauh. Rupanya Murtado yang melihat kejadian tersebut merasa gemas akan sikap Mandor Bacan. Lalu terjadilah perkelahian antar Mandor Bacan melawan Murtado. Dalam perkelahian itu Murtado memperlihatkan ketinggian ilmu beladirinya, sehingga Mandor Bacan dapat dikalahkan dan lari terbirit-birit meninggalkan tempat itu. Kejadian ini dilaporkannya kepada Bek Lihun. Mendengar laporan mandornya, Bek Lihun menjadi marah dan mengancam Murtado. Tetapi Murtado sudah mempersiapkan diri dan ketika dicari oleh Bek Lihun dan anak buahnya, tidak dapat dijumpainya.
Setelah puas mencarinya, tetapi tidak bertemu Murtado, pada suatu hari Bek Lihun yang merasa penasaran mampir untuk minum-minum di sebuah warung kopi. Kemudian di warung itu ada beberapa orang anak muda, yang ternyata mereka itu adalah teman-teman Murtado, tetapi Bek Lihun tidak mengetahuinya. Beberapa waktu kemudian, ketika sedang minum-minum, lihatlah Murtado di depan warung itu. Melihat Murtadi lewat lalu Bek Lihun bangkit dari duduknya dan mengejar pemuda itu. Setelah bertemu lalu dihadangnya. Tetapi Murtado tenang-tenang saja.
Ketika Murtado akan meneruskan langkahnya, tiba-tiba Bek Lihun memegang bahunya seraya berkata:
“Hei, pemuda sombong! Kamu sok jago ya? Jangan berlagak membela rakyat. Aku jijik melihat sikapmu. Kalau kamu benar-benar berani coba rasakan kepalan tanganku ini!”
Murtado masih saja bersikap tenang, kemudian menjawab:
“Hei Lihun pemeras rakyat, kamu jangan murtad ya! Kalau kerjamu hanya memeras rakyat, pastilah Tuhan akan menghukummu. Tidak ada satupun perbuatan keji demikian yang direstui oleh Tuhan. Kelak kamu pasti akan hancur musnah, akibat perbuatan jahatmu itu. Sekarang insyaflah kamu, bahwa yang kamu peras itu adalah bangsa dan rakyatmu sendiri. Kalau kamu tidak insyaf aku sendirilah yang pertama akan menentangmu!”
Mendengar kata-kata Murtado in makin marahlah Bek Lihun. Kemudian berkata:
“Hei anak kemarin, kamu jangan banyak bicara! Kamu masih belum tahu apa-apa, ilmumu belum seberapa, jangan berani mencoba-coba. Aku pecahkan kepalamu, kamu baru tahu”.

Sambil berkata demikian, Bek Lihun mengayunkan kepalannya ke kepala Murtado. Tetapi Murtado mempersiapkan ilmu beladiri sebaik-baiknya. Dia merasa yakin, bahwa dia pasti ditolong Tuhan karena dia membela yang benar, membela rakyatnya daripada pemerasan kakitangan penjajah Belanda.
Ayunan kepalan tangan Bek Lihun, dapat ditangkis oleh Murtado. Kemudian Murtado mengayunkan kakinya, tepat mengenai dada Bek Lihun. Bek Lihun tidak dapat mengelak, lalu tertelentanglah tubuhnya ke tanah. Dengan rasa yang mendongkol, lalu dia mencabut golok yang terselip di pinggangnya. Tetapi Murtado tidak khawatir. Murtado hanya memperbaiki sikap berdirinya, kemudian dengan mata yang awas dan tenang, dia memperhatikan gerak-gerik Bek Lihun. Ketika Bek Lihun menyerang dengan golok itu, dapat dielakkannya dan dengan sekali pukul dapatlah dipukulnya punggung Bek Lihun. Golok itu terpental dan Bek Lihun menjerit tersungkur ke dalam selokan di pinggir jalan. Tubuhnya terbenam ke dalam lumpur dan kakinya terasa sakit sekali tidak dapat digerakkan. Murtado yang masih merasa kesal akan perbuatan Bek Lihun, lalu mengangkat Bek Lihun dan memutar-mutar tubuhnya, sehingga Bek Lihun menggelinting-gelinting dan ketakutan. Mendengar suara teriakan Bek Lihun meminta tolong dan kesakitan pemuda-pemuda teman Murtado yang sedang duduk di warung, datang melihat ke tempat kejadian itu. Dilihatnya Bek Lihun minta ampun dan mengaduh-aduh kesakitan dan Murtado hanya tersenyum saja sambil meninggalkan tempat itu. Setelah pemuda-pemuda mengetahui, bahwa Bek Lihun yang mengaduh-aduh kesakitan, lalu diantarkan merekalah Bek Lihun ke rumahnya. Ketika orang-orang kampung bertanya, tatkala para pemuda itu telah pulang ke rumah mereka masing0masing. Bek Lihun yang merasa malu dikalahkan Murtado menerangkan bahwa dia habis dikeroyok oleh teman-teman Murtado. Dia tidak menerangkan, bahwa dia dikalahkan oleh Murtado sendiri. Dan ketika teman-temannya bertanya kepada Murtado tentang Bek Lihun, Murtado hanya tersenyum-senyum saja sambil menjawab:
“Ah, tidak apa-apa. Saya hanya bercanda dengan Bek Lihun. Saya hanya mengusap kepalanya saja, tahu-tahu dia jumpalitan saja ke bawah”.
Tetapi di dalam hatinya, dia memang ingin memberikan pelajaran kepada penguasa kampung yang memeras rakyat tersebut. Dia merasa bahwa hal itu merupakan suatu kewajiban yang harus dilaksanakannya yaitu membela kepentingan rakyat.
Semenjak kejadian itu, Bek Lihun bertambah penasaran hatinya. Dia ingin membalas dendam untuk mengalahkan Murtado agar dapat lebih leluasa memeras penduduk Kemayoran. Untunk mencapai maksudnya ini, dicarinya dua orang tukang pukul dari Tanjung Priok untuk membunuh Murtado. Pada suatu malam, Murtado pulang ke rumahnya, tiba-tiba ia dicegat orang. Kedua orang ini mengancam Murtado adar menghentikan tindakan-tindakannya membela penduduk kampung dan jangan menghalang-halangi tindakan Bek Lihun. Mendengar mereka berdua adalah suruhan Bek Lihun. Tetapi Murtado tetap pada pendiriannya untuk melawan setiap tindakan pemerasan yang dilakukan oleh Bek Lihun dan kompeni. Dengan pikiran demikian, maka tidak gentar hatinya menghadapi kedua orang tersebut. Maka terjadilah perkelahian antara Murtado melawan kedua orang suruhan Bek Lihun itu. Dalam perkelahian itu salah seorang musuhnya dapat dikalahkan dan mati. Seorang lagi lari terbirit-birit meninggalkan tempat itu dan melaporkan semua kejadian ini kepada Bek Lihun. Mendengar laporan orang suruhannya itu Bek Lihun menjadi jengkel, kemudian mulai mengatur siasat memfitnah Murtado membunuh orang di daerah Kwitang.
Murtado setelah kejadian itu, tatap saja tenang. Dia merasa yakin, bahwa orang yang berbuat baik selalu dilindungi Tuhan. Murtado kemudian menggabungkan diri bersama-sama teman-temannya untuk melatih diri menyanyi Kasidah. Sedang mereka bernyanyi lagu-lagu Kasidahan itu, tiba-tiba datang dua orang polisi kompeni untuk menangkap Murtado dengan tuduhan telah melakukan pembunuhan di daerah Kwitang. Namun teman-teman Murtado membela dan mempertahankan bahwa Murtado semenjak sore berada di tempat ini, jadi tidak mungkin melakukan pembunuhan malam itu. Akhirnya karena pembelaan teman-teman itu, maka polisi kompeni tidak berhasil menangkap Murtado. Lalu gagal pulalah rencana Bek Lihun untuk mencelakakan Murtado.
Menghadapi kejadian ini, Bek Lihun belum puas hatinya. Ia lalu berpikir bagaimana caranya agar dapat mencelakakan Murtado. Setelah kegagalan rencananya itu, lalu dipanggilnya lagi tiga orang jagoan yang berwatak jahat, yang berasal dari daerah Pondok Labu, Kebayoran Lama. Ketiga orang jagoan yang berwatak jahat ini, setelah diberi upah dan bayaran yang tinggi bersedia melenyapkan Murtado. Ketiga orang itu bernama Boseh, Kepleng, dan Boneng.
Ketiga orang itu ditugaskan Bek Lihun untuk membunuh Murtado di rumahnya ketika sedang tidur di malam hari. Caranya ialaha dengan menggasir (menggali tanah untuk masuk ke dalam) di malam hari. Melalui lubang yang digali itu mereka akan dapat masuk ke dalam rumah Murtado.
Dengan rencana yang jahat itu, pada suatu malam yang sepi, berangkatlah Boseh, Kepleng, dan Boneng menuju rumah Murtado. Setelah dilihatnya keadaan Murtado sepi, mulailah ketiga orang itu menggali lobang dalam tanah yang menembus ke lantai rumah Murtado. Setelah beberapa lama menggali, lalu tembuslah lobang itu ke dalam rumah Murtado. Ketika itu Murtado sedang tidur, tetapi tiba-tiba ia mendengar suara orang berbisik-bisik. Setelah diintipnya, terlihat dua orang yaitu Kepleng dan Boneng sedang merangkak-rangkak dalam lobang itu, sedang bersiap-siap untuk masuk. Di tangannya terlihat golok yang sangat tajam.
Sekarang mengertilah Murtado, bahwa dia sedang dcari oleh dua orang penjahat untuk membunuhnya. Melihat situasi yang gawat ini, lalu dengan cepat Murtado berpikir, bahwa dia harus segera melakukan tindakan. Dia berdo’a kepada Tuhan, agar Tuhan melindunginya. Lalu teringatlah dia akan lampu tempel yang terpasang di pintunya. Dengan cepat lampu ditendangnya sehingga ruangan menjadi gelap gulita. Dalam kegelapan itu terjadilah kegaduhan. Rupanya Kepleng dan Boneng terkejut dan tersungkur saling bertindihan. Mendengar suara ramai-ramai ini, lalu masuk pulalah Boseh yang sedang bertugas menjaga di luar. Ketika sampai di dalam dilihatnya ruangan sudah gelap gulita. Ketika dia sedang meraba-raba, terabalah tubuh Kepleng. Kepleng mengira Murtado, lalu dibabatlah dengan goloknya. Terpekiklah boseh kesakitan. Dalam keributan itu, Murtado menggunakan kesempatan yang baik untuk memukul lawan-lawannya.
Perkelahianpun terjadi antara Murtado melawan musuh-musuhnya yang jahat itu. Akibat teriakan-teriakan Boneng, tiba-tiba penduduk kampung menjadi ramai dan teman-teman Murtado mengepung rumah itu karena dikiranya ada maling. Setelah penduduk membawa lampu, terlihatlah perkelahian antara Murtado melawan kedua orang jagoan suruhan Bek Lihun itu, sedang seorang lagi tergeletak di lantai berlumuran darah. Kedua orang ini akhirnya dapat dikalahkan Murtado dan dengan bantuan penduduk ketiga orang ini dapat diserahkan kepada Bek Lihun sebagai penguasa kampung. Penduduk sangat marah, ingin mengeroyok ketiga penjahat itu, tetapi dapat dicegah oleh Murtado yang memerintahkan agar diserahkan saja kepada yang berwajib. Dengan tuduhan ingin merampok, maka ketiga orang itupun ditahan oleh kompeni.
Rupanya Bek Lihun belum puas dengan rencana-rencananya untuk mencelakakan Murtado ataupun untuk membalas sakit hatinya. Pada suatu malam, didatangilah rumah gadis teman baik Murtado yang dahulu bersama-sama memotong padi dengan Murtado. Setelah masuk ke dalam rumah itu, lalu ditangkaplah gadis tersebut untuk diperkosanya. Gadis tersebut menjerit. Kebetulan Murtado akan berkunjung ke rumah tersebut. Mendengar teriakan ini, Murtado buru-buru masuk ke dalam rumah gadis tersebut. Setelah dilihatnya di dalam kamar ternyata Bek Lihun akan memperkosa gadis ini, hilanglah kesabarannya. Dengan sangat marah ditendangnya dan dihajarnya Bek Lihun hingga babak belur. Akhirnya Bek Lihun minta ampun dan berjanji tidak akan melakukannya lagi.
Setelah kejadian-kejadian itu, maka mulai insyaflah Bek Lihun. Dia mulai menghargai pemuda kampungnya yang bernama Murtado.
Ketika itu beberapa gerombolan perampok di bawah pimpinan Warsa mulai mengganas di Kemayoran. Setiap malam mereka menggarong dan merampas harta benda penduduk. Kadang-kadang juga melakukan pembunuhan. Menghadapi hal ini Bek Lihun merasa kewalahan dan karena mendapat teguran dari kompeni, karena tidak lagi dapat menjaga keamanan di kampungnya, sehingga pajak-pajak yang diharapkan kompeni tidak berjalan dengan lancar. Bek Lihun akhirnya meminta bantuan kepada Murtado. Murtado menyadari, bahwa mereka juga bertanggung jawab atas keamanan kampung tersebut, akhirnya menyetujui permohonan Bek Lihun. Bersama dua orang temannya yang bernama Saomin dan Sarpin dicarinyalah markas perampok-perampok itu di daerah Tambun dan Bekasi, tetapi tidak ditemui.
Kemudian mereka pergi ke daerah Kerawang. Di sana dijumpainyalah gerombolan Warsa dan dengan kegagahan serta ilmu beladiri yang tinggi, dapatlah gerombolan itu dikalahkan dan menyerah. Warsa sendiri mati dalam perkelahian itu. Oleh Murtado dan teman-temannya semua hasil rampokan gerombolan itu diambil dan dibawanya pulang kembali ke Kemayoran. Kemudian dikembalikan lagi kepada pemiliknya masing-masing. Akhirnya semua rakyat di daerah Kemayoran merasa berhutang budi kepada Murtado dan merasa berterima kasih. Demikian pula penguasa kompeni Belanda sangat menghargai jasa-jasa Murtado dan ingin mengangkatnya menjadi Bek di daerah Kemayoran menggantikan Bek Lihun. Tetapi tawaran Belanda ini ditolaknya, karena dia tidak ingin menjadi alat pemerintah jajahan dan lebih baik hidup sebagai rakyat biasa dan ikut bertanggung jawab akan keamanan rakyat serta berusaha untuk membebaskan rakyat dari cengkeraman penjajahan, penindasan, dan pemerasan.

Konon ini Golok Macan Kemayoran












Golok tua beryoni tinggi, dengan tempaan besi aji
milik Alm. Hj. Khasan, salah satu Macan kemayoran tempo dulu
(cerita dari yg empunya sebelumnya)
manfaat uk kewibawaan, kejadugan dan keselamatan.
dihuni 2 qhaddam macan dan qarin Kyai Sepuh Betawi

Photo Batavia

Kawasan Kota. Terminal Beos

Bidara Cina

Gedung Depkeu, 1890

Kawasan Glodok

Kwitang 1905

Menteng 1925

Pasar Baru 1898

Semper 1890

Pasar Gambir 1922

Semper 1890

Tanah Abang 1955

Bioskop Megaria

 Ancol 1948

Tanjung Priok 1935




















































































































Selasa, 09 Agustus 2011

Oleh-oleh Haji


Kami menyediakan untuk anda berbagai macam Barang khas Saudi, Oleh-oleh haji/ umroh, Sari Kurma dan Herbal. Kami hadir untuk membantu anda dalam memenuhi kebutuhan anda.dengan program layanan SIAP ANTAR! 

Hub : Ahmad Jawas
Telp : 021-68183893 / 0813.16510088
Jl. Nilam 1 No.1 Rawamangun Jakarta Timur
Site :http://indonetwork.co.id/newarrazzak/new-arrazzak.htm
















Senin, 08 Agustus 2011

Asal-usul Becak

Becak (dari bahasa Hokkien: be chia "kereta kuda") adalah suatu moda transportasi beroda tiga yang umum ditemukan di Indonesia dan juga di sebagian Asia. Kapasitas normal becak adalah dua orang penumpang dan seorang pengemudi. Di Indonesia ada dua jenis becak yang lazim digunakan:

* Becak dengan pengemudi di belakang. Jenis ini biasanya ada di Jawa.
* Becak dengan pengemudi di samping. Jenis ini biasanya ditemukan di Sumatra. Untuk becak jenis ini dapat dibagi lagi ke dalam dua sub-jenis, yaitu:

1. Becak kayuh - Becak yang menggunakan sepeda sebagai kemudi.
2. Becak bermotor/Becak mesin - Becak yang menggunakan sepeda motor sebagai penggerak.


Becak merupakan alat angkutan yang ramah lingkungan karena tidak menyebabkan polusi udara (kecuali becak bermotor tentunya). Selain itu, becak tidak menyebabkan kebisingan dan juga dapat dijadikan sebagai obyek wisata bagi turis-turis mancanegara. Meskipun begitu, kehadiran becak di perkotaan dapat mengganggu lalu lintas karena kecepatannya yang lamban dibandingkan dengan mobil maupun sepeda motor. Selain itu, ada yang menganggap bahwa becak tidak nyaman dilihat, mungkin karena bentuknya yang kurang modern. Satu-satunya kota di Indonesia yang secara resmi melarang keberadaan becak adalah Jakarta. Becak dilarang di Jakarta sekitar akhir dasawarsa 1980-an. Alasan resminya antara lain kala itu ialah bahwa becak adalah "eksploitasi manusia atas manusia". Penggantinya adalah, ojek, bajaj dan Kancil. Selain di Indonesia, becak juga masih dapat ditemukan di negara lainnya seperti Malaysia, Singapura, Vietnam dan Kuba. Di Singapura, becak kini hanyalah sebuah alat transportasi wisata saja.

Untuk meningkatkan kemampuan becak dan mendorong penggunaan kendaraan tidak bermotor dibeberapa negara maju dikembangkan becak yang menggunaan gigi percepatan/transmisi seperti yang digunakan dalam sepeda modern sehingga bisa melewati tanjakan dengan lebih mudah, desain dibuat aerodinamis serta pengemudinya berada di depan ruang penumpang.



ASAL USULNYA
Tahukah Readers, becak ternyata berasal dari Jepang? Kemunculan kendaraan beroda tiga yang ditarik dengan tenaga manusia itu pertama kalinya hanya kebetulan. Tahun 1869, seorang pria Amerika yang menjabat pembantu di Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jepang berjalan-jalan menikmati pemandangan Kota Yokohama. Suatu saat dia berpikir bagaimana cara istrinya yang kakinya cacat bisa ikut berjalan-jalan? Tentu diperlukan sebuah kendaraan. Kendaraan itu, pikirnya, tidak usah ditarik kuda karena hanya untuk satu penumpang saja. Kemudian ia mulai menggambar kereta kecil tanpa atap di atas secarik kertas. Orang-orang Jepang yang melihat kendaraan pribadi ditarik manusia itu menamakannya jinrikisha. Penarik jinrikisha biasanya diberi upah tiap minggu. Lama-lama, jinrikisha menarik perhatian masyarakat Jepang, khususnya para bangsawan.

Pada tahun 1800-an jinrikisha akhirnya sampai ke telinga masyarakat di China. Hingga dalam waktu singkat, jinrikisha dikenal sebagai kendaraan pribadi kaum bangsawan dan kendaraan umum. Kendaraan ini diberi nama rickshaw. Sementara penghelanya disebut hiki. Tapi, lama-lama para pemerhati kemanusiaan di China iba melihat para hiki yang kerja bagaikan kuda itu. Mulai 1870 rickshaw dilarang beroperasi di seluruh jalan-jalan negeri China. Sedangkan inrikisha di Jepang sebelumnya sudah lama dilarang. Diilhami jinrikisha dan rickshaw, tiba-tiba saja sekitar tahun 1941 untuk pertama kalinya di kota-kota besar di Indonesia muncul becak. Berbeda dengan jinrikisha dan rickshaw yang beroda dua dengan ban mati, becak sudah lebih modern. Rodanya tiga dan menggunakan ban angin, mengemudikannya dikayuh dengan dua kaki.


Diambil dari http://bukucatatan-part1.blogspot.com/2010/02/becak-dan-asal-mulanya-dan-bentor.html

WAYANG KULIT BETAWI

Konon, ketika Pasukan Sultan Agung Hanyokrokusumo dari Mataram menyerang Belanda ke Betawi, salah sebuah rumah di Jakarta menjadi pos peristirahatan tentara Mataram. Di pos itulah seorang tentara Matarm setiap malam bercerita tentang tokoh-tokoh dan peristiwa pewayangan. Kisah-kisah yang diceritakan ternyata banyak disukai penduduk. Berawal dari sinilah kemudian muncul seni wayang kulit Betawi. Salah satu bentuk teater Betawi, yang penting. Ini cerita sejarah wayang kulit Betawi versi Surya Bonang, seorang dalang terkenal di antara sedikit dalang wayang kulit Betawi yang masih tersisa.
Banyak versi-versi sejarah tentang pemunculan wayang kulit Betawi. Kebanyakan dari versi yang ada mengkaitkannya dengan kehadiran pasukan mataram di Betawi. Terlepas dari benar atau tidaknya versi-versi sejarah lahirnya seni pewayangan di Betawi, yang jelas kehadiran wayang kulit Betawi adalah hasil interaksi dengan budaya para pendatang yang berasal dari Jawa. Oleh karena itu, tak heran antara wayang kulit Betawi dengan Wayang Kulit jawa banyak terdapat kesamaan.
“Pada wayang kulit Betawi, pengaruh Budaya Jawa dapat kita lihat pada boneka wayang yang pipih dan terbuat dari kulit kerbau. Tokoh-tokohnya juga mendekat wayang purwa Jawa,” ujar budayawan Prof Dr Umar Kayam. “Selain itu, reporter yang diambil dalam pewayangan Betawi sama dengan wayang Jawa, diambildari Mahabrata dan Ramayana. Perhatikan pula dialog yang dilakukan oleh dalang. Dialog dilakukan dengan Bahasa Melayu Betawi bercampur Jawa dan Sunda,” jelas Kayam lagi dalam Sarasehan Budaya Jakarta yang diadakan 25-27 juli lalu di taman Mini Indonesia Indah.
Serupa Tapi Tak Sama
Serupa tapi tak sama, ungkapan ini rasanya tepat guna menggambarkan perbandingan antara wayang kulit Betawi dan wayang kulit Jawa. Di antara berbagai persamaan ada pula beberapa perbedaan. Kalau saja kita jeli mengamati bentuk boneka wayang, penampilan wayang Betawi lebih kasar dibangdingkan wayang dari Jawa Barat, tengah atau timur. “Ini sesuai dengan sifat orang Betawi. Orang kita’kan kalau ngomong asal nyerocos saja kagak ada yang ditutup-tutupin, apa adanya,” kata Bonang beralasan.
Selain bentuk fisik boneka wayang, perbedaan juga kita temui pada alat musik yang dipakai. “Musik kita mirip gamelan, tapi bukan gamelan, namanya gambang kromong,” kata Bonang.
Alat-alatnya terdiri kendang, gambang, kromong, kenong, rebab, suling, kecrek, dan gong. Kadang-kadang, disertai pula dengan terompet Cina. Menurut catatan Inventarisasi dan Dokumentasi Budaya Betawi yang ditulis Srijono, alat musik pengiring wayang kulit seperti yang saat ini kita jumpai, mulai dikenal tahun 1925.
Uniknya, dalam tiap petunjukan wayang kulit Betawi, ada tiga bahasa yang digunakan. ”Kalau ceritanya tentang orang-orang terhormat ya kita pakai bahasa Sunda atau Jawa. Tapi kalau cerita orang biasa kayak Gareng sama Petruk, nah… kita pakai dah bahasa Betawi klotokan. Itu tuh, Betawi yang tulen banget,” jelas Bonang dengan logat Betawinya yang kental.
Lucunya lagi, boneka wayang kulit Betawi justru didapat dari Jawa Tengah. “Kami beli dari Solo dan Yogya terus dipoles-poles lagi dah”. Cerita Bongan. Impor wayang dari Jawa Tenah ini terjadi, sebab menurut penuturan Bonang, Bahan-bahannya sulit didapat, disamping pembuat wayang kulit Betawi secara khusus memang tak ada.
Jika di Jawa umumnya kesenian wayang kulit berasal, dibina dan dikembangkan oleh pihak keraton, maka wayang kulit Betawi sesuai dengan struktur social dalam masyarakatnya yang tak mengenal bentuk kerajaan secara mantap, maka kesenina ini lebih menonjolkan ciri kerakyatan yang sederhana, polos dan suasana akrab yang timbal balik antara penonton dan dalang. Karenanya, jika kita menyaksikan pertunjukan wayang kulit Betawi, maka yang akan lebih sering kita dengar adalah percakapan dalam bahawa Betawi ‘Klotokan’ menurut istilah dalang Bonang. Atau istilah lain mengatakan Betawi ‘ora’ yaitu Betawi pinggiran.
Wayang Tambun
Ada beberapa pengamat yang menjuluki Wayang Betawi dengan sebutan Wayang Tambun. Istilah itu mereka gunakan berdasarkan sejarah penyebaran kesenian Betawi, yang kini kian langka. Wayang kulit Betawi, merupakan salah satu kesenian tradisional Betawi yang berkembang di daerah pinggiran kota Jakarta, yang saat sekarang dikenal dengan daerah Botabek. Karena wilayah penyebarannya di pinggiran Jakarta, khususnya daerah Tambun, Bekasi, maka Wayang Betawi disebut juga Wayang Tambun.
Wilayah penyebarannya antara lain meliputi Kebayoran Lama, Klender, Tambun. Depok dan Tangerang. Bahkan menurut catatan Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Betawi, beberapa daerah di Serang, Banten terdapt pula kesenian ini. “Di Jakarta, dalang wayang kulit paling banyak ngumpulnya di daerah Jakarta Timur, Kramat Jati, Pasar Rebo dan sekitar Lubang Buaya sana,” kata Bongang.
Perkembangan Wayang Kulit Betawi sempat mandeg dan hampir saja punah dari panggung kesenian tradisional Betwi. Laju modernisasi yang begitu cepat berikut berbagai tawaran hiburan melalui sarana teknogi elektronik jauh lebih menggiurkan kaum muda Betawi. Mereka sebagai pendukung kebudayaannya, justru enggan mempelajari dan menonton wayang kulit. Bahkan, ada seorang mahasiswa yang mangaku putra asli Betawi bertanya, “Apa ada wayang kulit Betawi?” Aneh memang, tapi nyata. Gejala ini diakui sendiri oleh Surya Bonang, dalang asal Jagakarsa. ”Anak muda sekarang mah nggak suka nonton wayang kulit Betawi. Selain itu juga, jadi dalang imbalannya kecil. Sekarang udah lebih lumayan dah, ada perhatian dari pemerintah,” ungkap Bonang. Memang sejak tahun 1978, pemerintah melalui Pemda DKI mulai memperhatikan bentuk kesenian ini. Perhatian itu antara lain dilakukan dengan bentuk festival, seminar, penataran dan juga publikasi melalui layar kaca. Usaha pemerintah ini membawa hasil. Anak-anak muda Betawi mulai memperhtikan dan menyengangi kembali wayang kulit Betawi yang hampir saja tenggelam di antara bentuk-bentuk kesenian modern . Meski Bonang masih mengeluh. “Sekarang udah banyak anak muda mau perhatiin wayang. Tapi, yang benar-benar jadi dalang susah dicari, yang ada sekarang masih mentah,” tutur Bonang. Masalah regenerasi emang kagak gampang. (budayabetawi.com)

 
Design by Free Wordpress Themes | Bloggerized by Free Blogger Templates | Web Hosting Deals