Senin, 08 Agustus 2011

WAYANG KULIT BETAWI

Konon, ketika Pasukan Sultan Agung Hanyokrokusumo dari Mataram menyerang Belanda ke Betawi, salah sebuah rumah di Jakarta menjadi pos peristirahatan tentara Mataram. Di pos itulah seorang tentara Matarm setiap malam bercerita tentang tokoh-tokoh dan peristiwa pewayangan. Kisah-kisah yang diceritakan ternyata banyak disukai penduduk. Berawal dari sinilah kemudian muncul seni wayang kulit Betawi. Salah satu bentuk teater Betawi, yang penting. Ini cerita sejarah wayang kulit Betawi versi Surya Bonang, seorang dalang terkenal di antara sedikit dalang wayang kulit Betawi yang masih tersisa.
Banyak versi-versi sejarah tentang pemunculan wayang kulit Betawi. Kebanyakan dari versi yang ada mengkaitkannya dengan kehadiran pasukan mataram di Betawi. Terlepas dari benar atau tidaknya versi-versi sejarah lahirnya seni pewayangan di Betawi, yang jelas kehadiran wayang kulit Betawi adalah hasil interaksi dengan budaya para pendatang yang berasal dari Jawa. Oleh karena itu, tak heran antara wayang kulit Betawi dengan Wayang Kulit jawa banyak terdapat kesamaan.
“Pada wayang kulit Betawi, pengaruh Budaya Jawa dapat kita lihat pada boneka wayang yang pipih dan terbuat dari kulit kerbau. Tokoh-tokohnya juga mendekat wayang purwa Jawa,” ujar budayawan Prof Dr Umar Kayam. “Selain itu, reporter yang diambil dalam pewayangan Betawi sama dengan wayang Jawa, diambildari Mahabrata dan Ramayana. Perhatikan pula dialog yang dilakukan oleh dalang. Dialog dilakukan dengan Bahasa Melayu Betawi bercampur Jawa dan Sunda,” jelas Kayam lagi dalam Sarasehan Budaya Jakarta yang diadakan 25-27 juli lalu di taman Mini Indonesia Indah.
Serupa Tapi Tak Sama
Serupa tapi tak sama, ungkapan ini rasanya tepat guna menggambarkan perbandingan antara wayang kulit Betawi dan wayang kulit Jawa. Di antara berbagai persamaan ada pula beberapa perbedaan. Kalau saja kita jeli mengamati bentuk boneka wayang, penampilan wayang Betawi lebih kasar dibangdingkan wayang dari Jawa Barat, tengah atau timur. “Ini sesuai dengan sifat orang Betawi. Orang kita’kan kalau ngomong asal nyerocos saja kagak ada yang ditutup-tutupin, apa adanya,” kata Bonang beralasan.
Selain bentuk fisik boneka wayang, perbedaan juga kita temui pada alat musik yang dipakai. “Musik kita mirip gamelan, tapi bukan gamelan, namanya gambang kromong,” kata Bonang.
Alat-alatnya terdiri kendang, gambang, kromong, kenong, rebab, suling, kecrek, dan gong. Kadang-kadang, disertai pula dengan terompet Cina. Menurut catatan Inventarisasi dan Dokumentasi Budaya Betawi yang ditulis Srijono, alat musik pengiring wayang kulit seperti yang saat ini kita jumpai, mulai dikenal tahun 1925.
Uniknya, dalam tiap petunjukan wayang kulit Betawi, ada tiga bahasa yang digunakan. ”Kalau ceritanya tentang orang-orang terhormat ya kita pakai bahasa Sunda atau Jawa. Tapi kalau cerita orang biasa kayak Gareng sama Petruk, nah… kita pakai dah bahasa Betawi klotokan. Itu tuh, Betawi yang tulen banget,” jelas Bonang dengan logat Betawinya yang kental.
Lucunya lagi, boneka wayang kulit Betawi justru didapat dari Jawa Tengah. “Kami beli dari Solo dan Yogya terus dipoles-poles lagi dah”. Cerita Bongan. Impor wayang dari Jawa Tenah ini terjadi, sebab menurut penuturan Bonang, Bahan-bahannya sulit didapat, disamping pembuat wayang kulit Betawi secara khusus memang tak ada.
Jika di Jawa umumnya kesenian wayang kulit berasal, dibina dan dikembangkan oleh pihak keraton, maka wayang kulit Betawi sesuai dengan struktur social dalam masyarakatnya yang tak mengenal bentuk kerajaan secara mantap, maka kesenina ini lebih menonjolkan ciri kerakyatan yang sederhana, polos dan suasana akrab yang timbal balik antara penonton dan dalang. Karenanya, jika kita menyaksikan pertunjukan wayang kulit Betawi, maka yang akan lebih sering kita dengar adalah percakapan dalam bahawa Betawi ‘Klotokan’ menurut istilah dalang Bonang. Atau istilah lain mengatakan Betawi ‘ora’ yaitu Betawi pinggiran.
Wayang Tambun
Ada beberapa pengamat yang menjuluki Wayang Betawi dengan sebutan Wayang Tambun. Istilah itu mereka gunakan berdasarkan sejarah penyebaran kesenian Betawi, yang kini kian langka. Wayang kulit Betawi, merupakan salah satu kesenian tradisional Betawi yang berkembang di daerah pinggiran kota Jakarta, yang saat sekarang dikenal dengan daerah Botabek. Karena wilayah penyebarannya di pinggiran Jakarta, khususnya daerah Tambun, Bekasi, maka Wayang Betawi disebut juga Wayang Tambun.
Wilayah penyebarannya antara lain meliputi Kebayoran Lama, Klender, Tambun. Depok dan Tangerang. Bahkan menurut catatan Inventarisasi dan Dokumentasi Kebudayaan Betawi, beberapa daerah di Serang, Banten terdapt pula kesenian ini. “Di Jakarta, dalang wayang kulit paling banyak ngumpulnya di daerah Jakarta Timur, Kramat Jati, Pasar Rebo dan sekitar Lubang Buaya sana,” kata Bongang.
Perkembangan Wayang Kulit Betawi sempat mandeg dan hampir saja punah dari panggung kesenian tradisional Betwi. Laju modernisasi yang begitu cepat berikut berbagai tawaran hiburan melalui sarana teknogi elektronik jauh lebih menggiurkan kaum muda Betawi. Mereka sebagai pendukung kebudayaannya, justru enggan mempelajari dan menonton wayang kulit. Bahkan, ada seorang mahasiswa yang mangaku putra asli Betawi bertanya, “Apa ada wayang kulit Betawi?” Aneh memang, tapi nyata. Gejala ini diakui sendiri oleh Surya Bonang, dalang asal Jagakarsa. ”Anak muda sekarang mah nggak suka nonton wayang kulit Betawi. Selain itu juga, jadi dalang imbalannya kecil. Sekarang udah lebih lumayan dah, ada perhatian dari pemerintah,” ungkap Bonang. Memang sejak tahun 1978, pemerintah melalui Pemda DKI mulai memperhatikan bentuk kesenian ini. Perhatian itu antara lain dilakukan dengan bentuk festival, seminar, penataran dan juga publikasi melalui layar kaca. Usaha pemerintah ini membawa hasil. Anak-anak muda Betawi mulai memperhtikan dan menyengangi kembali wayang kulit Betawi yang hampir saja tenggelam di antara bentuk-bentuk kesenian modern . Meski Bonang masih mengeluh. “Sekarang udah banyak anak muda mau perhatiin wayang. Tapi, yang benar-benar jadi dalang susah dicari, yang ada sekarang masih mentah,” tutur Bonang. Masalah regenerasi emang kagak gampang. (budayabetawi.com)

 
Design by Free Wordpress Themes | Bloggerized by Free Blogger Templates | Web Hosting Deals